Unseen Happiness

Dua hari lalu, saya dan seorang kawan baik sedang duduk-duduk di pinggir laut (ceilaaah sok sweet amat). Setelah meminum jus yang telah dipesan masing-masing, kami saling bercerita dan bertukar pikiran sambil menikmati semilir angin sore hari. Tidak berapa lama, kawan saya meringis keras.

Aduh, sssss, itu diobatin, nanti infeksi.”

Saya pun menoleh ke arah mata sang kawan menatap. Ada seorang anak perempuan tidak jauh dari kami sedang memegangi kakinya yang berdarah. Saya pikir hanya goresan kecil. “Tapi kok darahnya ngucur terus nggak berhenti“, saya membatin. Tanpa pikir panjang, kawan saya mencari air bersih atau air mineral di penjual terdekat.

Karena dua orang saudara si anak yang terlihat santai menangani perdarahan, saya mendekat. Naluri “kegawatdaruratan” saya timbul otomatis. Saya periksa lukanya. Astaghfirullah, ini sih udah luka sobek, dalam banget! Darah segar terus mengalir.

Saat kawan saya kembali, saya langsung meraih air mineral botol yang dibawanya. Kemudian saya meminta tolong ia untuk mencari kain atau apapun yang bisa dipakai untuk membalut dan menekan luka si anak.

Jujur saya sedikit grogi karena sudah lama tidak berhadapan dengan hal semacam ini. Tapi kemudian selesai juga. Kami pun menyarankan sang anak untuk dibawa ke puskesmas terdekat. Khawatir beberapa jam lagi dia bisa peradangan, dimulai dari demam sampai bengkak.

“Terima kasih Mbak sudah repot-repot nolongin”, ucap (yang kami kira adalah) om sang anak sebelum pergi.

Masya Allah… Mendengar ucapan itu, ada sesuatu di dalam hati yang sudah lama tidak saya rasakan. Sesuatu yang telah lama saya rindukan. There’s a happiness inside my heart. It might be unseen, but I knew it strongly did exist. :’)

Saya percaya tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Allah yang mengatur segalanya. Termasuk kejadian sore itu.

So, which one of Your Lord favors would you deny, Din? Alhamdulillah ‘ala kulli haal.

Leave a comment