Ketika Kakak Harus Kreatif #2

“Mbak Dini, aku tadi bobo siang. Tambah ultraman satu?”

“Mbak Dini, tadi di sekolah ngaji. Tambahin ya ultramannya.”

“Nanti aku ngaji ya sama Mbak Dini, biar dapat ultraman satu.”

“Kalau shalat dikasih ultraman ya.”

Seperti itulah yang beberapa waktu belakangan sering saya dengar dari adik bungsu (April lalu genap empat tahun). Awalnya saya tidak pernah menyangka bahwa tulisan ini akan berkelanjutan. Hihi.

Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Metode papan reward tersebut berjalan dengan baik dan tepat sasaran pada si bungsu. Bahkan sekarang jumlah stikernya memimpin dibanding kedua kakaknya.

image

Yay! Ultraman hampir penuh!

Dari sini justru saya yang belajar banyak. Belajar sabar untuk mengajarkan kebiasaan baik pada anak-anak usia prasekolah, belajar memahami jiwa mereka, belajar kreatif untuk mendidik mereka dengan gembira.

Berdasarkan teori pakar psikologi, bahwa mengajarkan suatu kebiasaan pada anak memiliki tahapan ABC. Affection, Behaviour, and Cognition. Diawali rasa suka, rasa senang, rasa cinta terhadap kebiasaan itu. Lalu dengan sendirinya mereka akan terbiasa. Hingga teori-teorinya (termasuk value) akan dengan mudah diajarkan ketika mereka sudah mencintainya.

Biarlah saat ini si bungsu belajar mencintai bacaan Alquran dengan gembira karena tokoh ultraman kesenangannya. Biarlah dia terbiasa dulu. Sampai nanti ke depannya, dia harus tahu bahwa Alquran itulah yang akan jadi syafa’at baginya di akhirat kelak. Alquran yang jadi temannya, juga penolongnya.

Barakallahu fiikum, adik-adikku. Semoga kalau kakak kalian ini punya anak nanti, akan mudah dididik. Allahumma aamiin. 🙂

—Dini Fitriani Tjarma
Bontang, 23 Mei 2015. Hampir tengah malam.

Leave a comment